Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu


Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi antara ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati dan nir-hayati, dimana unsur hayati terdiri atas ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta ekosistemnya, sedangkan unsur non-hayati terdiri dari sumberdaya mineral dan abiotik lain di lahan pesisir, permukaan air, di kolom air, dan di dasar laut.
Menurut Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis.
Pengelolaan wilayah pesisir   secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (strategic plan) serta berbagai pilihan  objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir  berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration).    Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir    hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir   pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis.
KONSEP PENGELOLAAN
Pengelolaan  sumberdaya  pesisir  secara  terpadu  menghendaki  adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang   dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas  isu, permasalahan,  peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir yaitu:
  1. UU   No.   5   tahun   1990,   tentang   Konservasi   Sumberdaya   Alam   dan Ekosistemnya.
  2. UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
  3. UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  4. UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
  5. PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
  6. Keputusan  Presiden  RI  No.  32  tahun  1990,  tentang  Pengelolaan  Kawasan Lindung.
  7. Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
  8. Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pengertian Pengelolaan Sektoral dan Pengelolaan Terpadu
Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assessment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.  Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek social-ekonomi-budaya  dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.
Keterpaduan perencanaan dan pengelolaan bwilayah pesisir ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu
1.      Keterpaduan Wilayah/Ekologis
Secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas (daratan) dan laut lepas.  Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan laut.  Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dan laut tidak lepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. engelolaan di wilayah ini harus di integrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah ALiran Sungai (DAS) menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. 

2.      Keterpaduan Sektor
 Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secara horizontal (antar sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam sartu sektor).

3.      Keterpaduan Disiplin Ilmu
Dengan sistem dinamika perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ikmu khusus pula seperti hidro-oseanografi, dinamika oseanografi dan sebagainya. Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah ilmu-ilmu ekologi, oseanografi, keteknikan, ekonomi, hokum dan sosiologi.
4.      Keterpaduan Stakeholder
Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Terpadu harus mampu mengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumberdaya pesisir dan laut.  Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harus menggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan dari atas (top down) dan pendekatan dari bawah (bottom up).
Prinsip Dasar Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir harus mengacu pada prinsip-prinsip dasar PWPLT, ada 15 prinsip dasar yang sebagian besar mengacu Clark (1992) dalam Dahuri et al (2008)  yaitu :
1.      Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya (resource system) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya.
2.      Air merupakan faktor kekuatan pemersatu utama dalam ekosistem pesisir.
3.      Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan dan dikelola secara terpadu.
4.      Daerah perbatasan laut dan darat hendaknnya dijadikan faktor utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir.
5.      Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.
6.      Fokus utama dari pegelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama.
7.      Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam suatu program PWPLT.
8.      Semua tingkatan di pemerintahan dalam suatu negara harus diikut sertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.
9.      Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir.
10.  Evaluasi pemanfaatan ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat lokal dalam program pengelolaan wilayah pesisir.
11.  Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
12.  Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya wilayah pesisir.
13.  Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan dalam   pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan
14.  Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai.
15.  Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.


Sumber :

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Post a Comment